Cita-Cita Energi Terbarukan
Warna
dapat menjadi suatu identitas dari suatu
benda, untuk mengetahui karakter dan membedakannya, dilihat dari kasat mata,
disaat langit cerah dengan sinaran mentari, langit menunjukan warna biru, ketika
mulai mendung pertanda turun hujan menjadi kelam, hitam.
Namun
di era revolusi industri, sebagai penyumbang efek perubahan langit yang tak
seperti biasanya, sering kali kita mengutuknya dari penyebab polusi hasil
pembakaran di zaman ini. Akan tetapi mampukah kita menjauh dari mengutuk
kegelapan dan mencoba menerangi sekitar, bahwa langit biru adalah udara yang
bersih, sehingga menjadikan masa depan akan tetap ada dan berdampak positif untuk
menjadikan warisan peradaban selanjutnya, bukan kita sebagai penyumbang warisan
yang meninggalkan sejarah buruk bagi generasi seterusnya.
Saat ini penulis bekerja pada sebuah perusahaan penghasil listrik di
Pulau Batam, pulau industri penggerak ekonomi nasional, ribuan industri
manufaktur, perkapalan, minyak dan gas ada di pulau ini, dimana salah satu
penyumbang utama polusi udara dari hasil pembakaran. Teringat oleh penulis
bahwa di kampus dahulu sering terlibat bersama rekan mahasiswa untuk mengembangkan
ilmu energi terbarukan, memanfaatkan sumber energi yang tak akan habis, sehingga
diharapkan tercapailah langit biru, dikala persoalan energi yang akhir–akhir ini sangat banyak diperbincangkan karena persediaannya yang semakin menipis. Energi yang biasanya berasal dari fosil yang
keberadaannya tidak dapat diperbaharui. Oleh karena itu kami generasi milenial yang mengenyam
pendidikan atas dasar Tri Dharma Perguruan tinggi mencari cara membuat energi alternatif yang dapat memenuhi kebutuhan manusia,
hidup sejahtera baik secara ekonomi maupun kesehatan lingkungan dan terpenting
kelangsungan hidup manusia.
Salah satu energi yang
keberadaannya melimpah adalah energi
matahari/surya. Energi utama yang sumbernya dapat di konversikan untuk berbagai
hal, ingat Matahari menjadi modal utama dari kehidupan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
mendapatkan
cara merubah energi surya ini menjadi energi listrik seperti pembuatan sel surya (solar cell).
Sel surya sangat cocok dikembangkan di
Indonesia mengingat letaknya yang sangat strategis yaitu berada di garis
khatulistiwa, dimana intensitas sinar matahari yang diterima cukup besar. Indonesia terletak di garis katulistiwa, sehingga Indonesia
mempunyai sumber energi surya yang berlimpah dan memicu besarnya intensitas
radiasi matahari wilayah Indonesia. Salah
satu inovasi yang dapat dikembangkan adalah sel surya dari bahan organik yang
diperoleh dari bahan–bahan organik adalah dari buah-buahan. Buah-buahan yang dapat memenuhi kriteria
bahan dasar pembuatan sel surya organik adalah yang mengandung
zat antosianin, zat antosianin ini berperan penting dalam
proses absorbsi cahaya. Sel surya generasi baru ini disebut dye-sensitized solar cell ( DSSC).
DSSC |
Sekali
tiga uang dari adanya Matahari dengan energinya yang mampu memanaskan bumi,
sehingga pemanasan bumi
oleh sinar matahari menyebabkan perbedaan massa jenis udara. Perbedaan massa jenis ini menyebabkan
perbedaan tekanan pada udara sehingga akan terjadi aliran fluida dan
menghasilkan angin.Energi angin inilah juga merupakan
salah satu sumber energi terbarukan yang dapat menjawab kebutuhan energi
alternatif. Pemanfaatan energi angin dapat dilakukan dimana-mana, baik di
daerah landai maupun dataran tinggi, bahkan dapat diterapkan di laut. Kondisi
geografis yang dimiliki Indonesia yang merupakan Negara Kepulauan yang memiliki
daerah garis pantai yang panjang dan lautan yang luas merupakan sebuah nilai
lebih untuk pemanfaatan energi angin. Pembuatan Turbin angin salah satunya
untuk menghasilkan listrik ramah lingkungan.
Percobaan Pengambilan Data Angin |
Lengkapnya Indonesia
sebagai negara agraris yang beriklim tropis dari sumber matahari memiliki
sumber daya pertanian dan peternakan yang cukup besar. Selain digunakan untuk pemenuhan
kebutuhan pangan juga dapat berpotensi sebagai sumber energi dengan cara
pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas. Pemanfaatan limbah peternakan
(kotoran ternak) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk
mengatasi naiknya harga pupuk dan kelangkaan bahan bakar minyak. Teknologi dan
produk tersebut merupakan hal baru bagi masyarakat petani dan peternak.
Pemanfaatan kotoran ternak dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas.
Setelah fermentasi berlangsung, unsur hara yang ada dalam kotoran ternak tidak
akan berkurang dan dapat dijadikan pupuk organik bagi tanaman.
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian
bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob).
Komponen biogas antara lain sebagai berikut : ± 60 % CH4 (metana), ± 38 % CO2
(karbon dioksida) dan ± 2 % N2, O2, H2, dan H2S. Biogas dapat dibakar seperti
elpiji, dan dalam skala besar biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi
listrik, sehingga dapat dijadikan sumber energi alternatif yang ramah
lingkungan dan terbarukan. Selain dapat menjadi energi
alternatif, biogas juga dapat mengurangi permasalahan lingkungan, seperti
polusi udara, polusi tanah, dan pemanasan global. Hasil dari pembuatan biogas
dapat dijadikan sumber energi serta keluaran yang dihasilkan (sludge) dapat dijadikan produk sampingan
seperti pupuk sehingga dapat menambah penghasilan.
Prototype Digester Biogas |
Kini generasi telah berganti penulis
telah menjadi profesional dibidangnya, namun masih berusaha memenuhi cita-cita
untuk terus memanfaatkan energi aternatif, tentu dalam proses yang tidak
singkat, penulis masih butuh banyak belajar, sebagai modal pengembangan
selanjutnya, meskipun saat ini tempat kerja penulis menghasilkan energi listrik
dari energi fosil, kelak sistem ketenagaalistrikan menjadi sumber dasar ilmu
untuk penulis dapat diteruskan, sehingga cita-cita langit biru akan terus ada
sepanjang sejarah manusia.
#GenLangitBiru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar