10 Januari 2014

Sepenggal kisah anak wisma.



Rangkaian kata seakan mewakili perasaan dan rasa syukur ini, beribu kenikmatan kembali Allah berikan kepada hamba yang lemah dan penuh kealpaan. Jika saja yang maha penyayang berpaling dari insan yang bodoh ini maka aku akan menjadi seonggok daging yang berjalan bak stryfoam yang terapung dilautan, penuh dengan ancaman dan terombang-ambing.
Kalau saja boleh memandang jauh ke belakang, aku seakan sudah terlambat. Padahal dulu ada keinginan untuk ikut bergabung, namun Allah belum mengizinkan dan karena ada satu hal yang harus aku patuhi. Yaa.harus kupatuhi. Aku kuliah di negeri malin kundang ini, berkat tawaran dari seorang yang saya hormati, beliau adik ibuku. Tawaran untuk dibiayai kebutuhan perkuliahan hingga nanti beberapa tahun lagi..wallahualam. Insya Allah diwaktu yang tepat, ingat ya bukan tepat waktu. Beliau menyarankan untuk tetep tinggal di rumah beliau untuk beberapa bulan.
Setelah 3 bulan berjalan mulailah nampak kesibukan yang aku rasakan sebagai mahasiswa teknik, setelah dipertimbangkan aku disuruh untuk mencari tempat bernaung dari hujan (singkatnya kost-kostan) apa sebab karena aku berangkat pagi dan pulang malam, sudah biasa sepertinya, namun yang tak biasa adalah ketika aku berangkat pagi menggunakan kendaraan umum dan pulang malam dengan jarak tempuh 90 menit dengan jarak 15 km. Tepatnya diperbatasan kota, lubuk buaya , seakan setengah kota padang aku tempuh melintang dari pantai ke bukit limau manis.
Singkat cerita terdamparlah diri ini ditempat kost-kostan yang terasingkan di sekitaran jamsek (jembatan seksi, jembatan sekete,dll dengan berbagai versi). Tempat bernaungku yag baru yang akan menemani saat sedih dan senang, AKAN KUJAGA DAN KUBELA....wiss kan, seperti brand kota Padang,  walaupun badai menghadang aku akan pulang kepadamu juga, (kalau gak kembali tidur diluar aje). Aku kost dengan 1 kamar seorang diri, ukuran kamar yang memang cukup untuk 1 orang. Ditantang untuk survive kalau sudah ngekost, sebab apa semua kan dimulai dengan sendiri. Dikesendirian itulah tercipta sifat keindividualitas yang tertanam, tumbuh dan berkembang. Aku jadi kurang bersosialisasi, permasalahan yang aku rasakan aku pendam sendiri dan terkadang dikubur jauh-jauh. Hubungan horizontal sedikit terabaikan, aku lebih banyak beraktivitas di kost jika memang tidak ada kegiatan ataupun tugas. Hubungan secara vertikal tetap ku pertahankan yang wajib, 5 waktu itu tetap aku dirikan namun kualitas asupan ruhiyah reasa berkurang.
Kejenuhan setiap manusia wajar, aku dihadapkan pada kesempatan untuk tinggal di basecamp mesin 2011, melatarbelakangi kejenuhan selama ini dan faktor sumbangan biaya ngontrak rumah jauh lebih murah, aku mengambil keputusan untuk tinggal dibasecamp dengan gambaran bersama berjuang dengan teman seangkatan yang Solidarity Forever serta bisa berbagi ilmu dan pengalaman. Namun semua itu jauh panggang dari pada api, aku malah mencapai titik kebangkrutan diri, padahal sebelum ku masuk ke basecamp sudah banyak nasehat dari beberapa senior, ada yang berkata hati-hati yaa kamu boleh membaur namun jangan sampai melebur. Sedikit demi sedikit aku tidak bisa lagi  sepenuhnya mengelakan diri dengan banyaknya kekhilafan yang aku lakukan dan perbuat.
Sebenarnya aku ingin menceritakan lebih banyak tentang basecamp,vmungkin bukan pada kesempatan ditulisan ini. Semua hal pasti layaknya mata uang yang mempunyai 2 sisi yang berbeda, namun aku menitikberatkan pada sisi positif tanpa meninggalkan bayang-bayang sisi negatif untuk bekalku dalam bentuk pengalaman.
Tanpaku sadari ini seperti sebuah fase dalam kehidupan mahasiswa kost-kostan, aku pernah teringat sebuah pernyataan teman seangkatan dengan redaksi ”kenyamanan itu kita yang mengkondisikannya.”Seratus persen salah. Beliau pun tidak memegang ucapan yang ia lontarkan. Sesungguhnya perilaku kita dan lingkungan sekitar kitalah yang dapat merubah mental dan pribadi kita yang sebenarnya mempunyai potensi yang dahsyat yang Allah anugerahkan. Aku tinggalkan basecamp dengan kenangan manis didalamnya dan lebih pahitnya.
Amanah baru dihadapkan didepan mata, seorang kawan yang belum lama aku mengenalnya, lewat dialah hidayah itu datang. Memberikan gambaran lebih baik tentang kehidupan tempat tinggal yang saat ini aku rasakan, dengan program yang terstruktur setiap tahunnya ada perekrutan karena ditinggal penghuninya ,dengan berbagai alasan karena memang memberikan kesempatan ke yang muda, khususnya angkatan baru sebagai kaderisasi juga dan banyak alasan lainnya mungkin ada penyiksaaan disini atau mereka beranggapan kebebasan mereka terpenjarakan.
Aku telah menjadi salah satu keluarga besar mereka, aku mendapatkan semangat baru, semagat cita-cita dunia dan akhirat. Disiapkan untuk melesatkan potensi yang selama ini tidur dengan nyenyak, terperangkap dengan zona nyaman yang melalaikan. Sekali lagi ini bukanlah keterlambatan namun ada sketsa indah yang allah limpahkan ke diri ini.
Mindset berubah setelah beberapa hal aku rasakan dan penuh perenungan. Disinilah aku bukanlah lagi membutuhkan teman, tetapi lebih dari itu saudara seiman dan seakidah yang selalu saling menasehati ke arah kebaikan dan saling mengingatkan jika ada kesalahan atau kekhilafan, benar rasanya jika kita bergaul dengan orang-orang saleh, maka tindak tanduk perilaku kita akan terimbas dengan izin Allah swt oleh kesalehan mereka dan sebuah hadist Nabi”Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik dan teman yang jahat adalah seperti pembawa minyak wangi dan peniup api pandai besi.Pembawa minyak wangi akan mencipratkan minyak wanginya itu atau engkau hanya akan mencium aroma harumnya.Sedangkan peniup api pandai besi mugkin akan membakar bajumu atau engkau paling tidak akan mencium bau yang tidak sedap.”(HR Bukhari)
Fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan. Energi positif dilingkungan positif. Rasa iri saya rasa boleh jika kita melihat teman sejawat bermesra-mesraan dengan penciptanya dikeheningan malam, bermesraan dengan ayat-ayat cintanya, bau mulut yang akan menjadi harum semerbak disurga yang mereka kontinuekan, menyegerakan 5 waktu lebih awal, malah tercetus ide dari salah satu penghuni ,bahwa kami harus menyegerakan jika terdengar azan dan pastikan selalu shaf 1.
Namun bukanlah sebuah kehidupan kalau tidak adanya gesekan-gesekan insan yang heterogen dengan karakter dan sifatnya. Itulah yang saya anggap bahwasanya ini adalah miniatur kehidupan yang akan kau hadapi di tempat lainnya, aku serasa ditempa disini untuk membentuk luaran pribadi dan mental seorang muslim sejati. Aku banyak belajar dari program-program subuhnya yang luar biasa, aku belajar dari hal-hal kecil yang dianggap sepele namun penuh hikmah, aku belajar dari filosofi makan ditalam.
Melihat keceriaan yang terpancar dari muka berseri mereka, yang selalu menutupi kelelahan dan kekecewaan dari tugas-tugas yang menumpuk dan selalu dikejar-kejar deadline. Itulah bagi aku yang membedakan orang didalam sini dengan orang-orang diluar sana.
Tempat inilah yang membuat setiap individu mengerti apa yang harus diperbuatnya sebagai status mahasiswa. Mahasiswa yang setiap momentum pemanfaatan waktunya dikonversikan menjadi kebaikan dan kebajikan. Hampir kudapati setiap harinya tempat yang kunaungi ini kosong aktivitas disiang hari ,mereka lebih banyak aktif sebagai aktivis di posnya  masing-masing, ada yang bergerak di siyasi, dawi dan ilmi. Dimalam harinya lebih banyak timbul diskusi setelah mencari asa di kampus, ditambah lagi jika ada kehadiran rezeki dari salah satu anggota, biasanya sih martabak manis atau gorengan gurih dengan anggapan perayaan kecil seperti milad, syukuran asisten dan biasanya proyek diluar.
Rasa manis, pahit dihati, kegalauan, kecerian, gelak tawa tak tertahankan, emosi jiwa, kebosanan, kelupaan, ketiduran, kejahilan, akan menjadi bumbu penyedap dikehidupanku yang baru.kehidupan yang akan meledakan segalanya,berawal dari sini. Sepenggal kisah yang nantinya akan jadi episode-episode kehidupan yang indah, dalam naungan keridhoan ilahi sebagai tempat dan sarana penempaan diri, sarana itu adalah yang seringku sebut dengan nama WISMA FORISTEK.  
Kapalo Koto,10 November 2013
                                                                                                     Rizki Amsor

Tidak ada komentar: