12 Agustus 2016

Pituah Ayah Untuk Anak Rantau


#MyCupofStory
Yang selama ini kita lakukan adalah menceritakan dan membesarkan karya kisah besar orang lain, sekarang saatnya aku berhenti menceritakannya dan memulai kisahku sendiri.
Inilah kisahku, aku dan dirikulah yang mengetahui bagaimana rencana dan perjuangan aku kedepannya. Ketika memutuskan suatu perkara di dua pilihan yang berbeda jalan, maka akan ada salah satu konsekuensi yang harus diterima dengan jiwa besar dan ikhlas. Janganlah  menyibukkan diri pada hal yang tidak perlu, maka keyakinan akan keputusan, percaya diri perlu ditumbuh kembangkan, hingga akhirnya kisah terbaik akan terukir apik menjadi catatan kehidupan yang paripurna.
Obrolan santai dan ringan selepas isya, sesuai janji ayah untuk dapat meluangkan waktu bersamaku, serius dan mendalam lebih mendalam terkait kehidupan bersama Ayah di Kota Budaya sambil menikmati kopi harum dan sedap Kopi Rangkiang Batusangkar dikedai milik keluarga, kedai kebutuhan sehari-hari dan  tempat berkumpul pegawai-pegawai kantor kredit elektronik di ruko-ruko pinggir jalan kota ini. Toko kecil yang memberikan penghidupan kami dan menjadi inspirasi pada kehidupanku.
“Nak , kenapa kopi itu pahit namun banyak juga orang yang berburu untuk mencicipi, bahkan saat bekerja, ada saja yang ditemani dengan menyantap kopi ditambah pisang goreng atau ubi rebus?”Ayah bertanya.
“Iya juga ya yah, sesuatu yang pahit namun mengundang untuk dinikmati...mmmh”Sambil berfikir.
“Fakta ilmiah selama ini karena kandungan kafein yang aditifnya yah, sehingga mengundang untuk candu.”Jawabku.
“Kopi sudah jadi sosial drink untuk penyambung obrolan bersama teman, bahkan menjadi penyambung kesepakatan bisnis di kedai. Jadi ayah sampaikan ketika nanti dimanapun kau merantau, hubungan sosial tolong dijaga, karena untuk menjadi sukses kita tidak akan mampu dengan sendiri. Lalu karena terkait taste atau rasa, karena sesuatu yang belum kita coba atau merasakan, maka jangan terfikirkan oleh kita membuat suatu statement pernyataan” Katanya”, katanya kopi itu pahit, apakah semua kopi itu pahit? Maka coba rasakan, sama hal nya kau akan dapati suatu masalah dan ujian , maka cobalah rasakan, kalau kau tak rasakan bagaimana kau akan menikmati kehidupan tanpa kau lalui pahitnya perjuangan, Jadi ada sesuatu hal yang mungkin belum kita ketahui sepenuhnya atau sesuatu yang tak terdefinisi namun harus dipahami.”

********************
Dahulu Zaman dimana kehidupan dan keterbatasan saling berkait, pendeknya cita-cita serta keterbatasan gerak dan ekonomi, ayah kecil harus membantu orang tua untuk berladang, karena untuk makan hanya bersumber dari ladang, tidak banyak orang berfikiran dahulu untuk melompat maju seperti sekarang, karena untuk bersekolah tidak terlalu dikedepankan karena harus berfikir untuk makan hari ini.
Bantu ayah jo mandeh pai ka ladang yo nak?”(Tolong bantu Ayah dan Ibu di ladang ya anakku)
“Ambo ka lanjut sakolah yah, mandeh?.”(Saya mau lanjut sekolah Ayah dan Ibu)
“Beko jo apo kito makan nak, sdangkan ekonomi kito hanyo tagantung jo di ladang iko.” (nanti dengan apa kita bisa makan anakku, sedang ekonomi kita saja bergantung pada hasil ladang).
Untuk apa sekolah pada era itu memang menjadi pertanyaan sederhana namun tak bisa dibantahkan karena faktor ekonomi, namun nilai kehidupan memang tidak selamanya berada disekolah, tapi bagaimana orang-orang  disekitar serta tradisi kebudayaan serta adat yang mengakar pada kehidupan sosial di zamannya, ketika adat dipakai sebagai dasar yang menopang syarak (agama), yang menjadi asal dari tatanan kehidupan yang telah di atur pada kitabullah (Al quran). Maka ada sering kita dengar dari minangkau “Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah”.
**************
Sekarang zaman sudah berubah, ketika kita lambat maka kita akan jauh tertinggal, ketika kita jalan orang lain sudah berlari, ketika saat ini bermalas-malasan, orang-orang seusiamu, usia yang belia bahkan, sedang belajar, sedang meningkatkan kemampuan dan keahlian, tidak di sini nak, namun dibelahan bumi lain, sedang berlomba-lomba, mereka mereka pesaing kita. Jadi kita memang harus mengerti dasar kita, grass root, mengerti akar rumput, namun mampu berwawasan global. Kita boleh lahir dimana saja, namun mimpi harus menjulang ke langit.
Aku seruput kembali kopi rangkiang ini sambi terus menyerap pesan ayah sebelum kepergianku untuk kerantau.
“Nak urang minang mengatakan, ”Keratau Medang di hulu, berbuah berbunga belum. Merantaulah bujang (buyung) dahulu, di rumah berguna belum”.”Sudah jelas itu?” tanya kembali ayah.
“Maksudnya kita harus keluar dari kebiasaan orang-orang biasa lakukan kah yah?”
Hal ini sama-sama memberikan dorongan kepada semua orang untuk tidak takut menghadapi tantangan, untuk selalu siap menderita demi mencapai sesuatu keberhasilan. Orang yang maunya senang saja, tak mau menghadapi tantangan, rintangan dan hambatan, tak akan mencapai titik keberhasilan yang berarti.
“Apa yang kau rencanakan saat merantau setelah kau lulus sarjana, jenjang pendidikan tinggi yang kau sanding itu adalah bebanmu untuk sukses dan bermanfaat unutk masyarakat banyak?
“Aku mau cari kerja yang sesuai dengan kemampuanku dan yang sesuai dengan ilmu yang pernah aku pelajari selama dibangku kuliah.”
Awak bukan cari kerja tetapi cari uang” Sebut dengan jelas oleh ayah. Sangat jelas. Inilah kalimat yang selalu memotivasi untuk menjadi pengusaha atau pebisnis yang ulet.
Merantaulah kemana pun engkau mau, terbanglah seperti burung dengan bebas diatas pendirinmu, berdiri diatas kaki sendiri,
Negeri ini akan terus berjalan bersama para pemuda yang  bersemangat dan meneyemangati pemuda lain, karena sesuatu dapat dikalahkan, kecuali 2 hal yaitu tuhan dan orang tua, maka itu ketika pemenuhan hajat seseorang tidak akan pernah lepas dari restu orang tua maka iyalah restu Allah swt.
Kopi semakin dingin seiring dengan pekatnya malam namun darah juang dan darah mudanya anak muda akan terus hangat. Pesan – pesan ayah akan selalu ku simpan dan aku terapkan dimanapun aku berada, malam yang penuh bermakna, memberikan energi jiwa kepadaku.

*************
Aku telah 10 tahun diperantauan, sudah mengenyam seluk beluk kehidupan yang asam manis, pepatah mengatakan telah banyak makan asam garam. Aku kembali teringat sampai saat ini percakapan anak dan ayah, suntikan motivasi untuk dapat survive untuk mencari penghidupan yang layak, mengukir asa, dan menyiapkan selebrasi cita-cita.
            Setelah pesananku datang yaitu Cappucino, Aku kembali mulai mendekatkan bibir cangkir pada bibirku dan memberikan tiupan-tiupan kecil disana dan menuangkan kembali pada piring kecil . Cappucino nya masih panas, Aku  pun mulai menyeruput perlahan. Rasa pahit yang tidak terlalu kentara dibalut lembutnya buih Cappucino bergantian terkecap lidah. Kala sepertiga isi cangkir telah tandas tertenggak, mulailah diriku mengawinkan gulanya dengan adukan perlahan. Meski tak lagi berbentuk hati, namun buihnya masih bersetia mengapung di permukaan cangkir.
Lain waktu ketika itu, kini aku menikmati kembali, membawaku kembali pada ingatan ngobrol bersama ayah. Pandangan terus kedepan sambil mengingat sampai ingatanku sempurna mengajak untuk menjamah ke masa lalu.
Aku terus ingat kata kata beliau untuk pencapaian sukses satu hal bahwa dengan meluangkan waktu lebih banyak pada hal yang kita impikan atau kita tuju akan memberikan hasil yang lebih maksimal.
Di sinilah diriku berada sekarang, di sebuah kedai kopi kecil sederhana yang terapit diantara gedung-gedung bertingkat Jakarta, ditemani temaram cahaya ampu kedai aku sedang menunggu seseorang yang akan mewawancarai. Aku memperhatikan jam dipergelangan tangan kiri, jarum menunjukkan di angka delapan. Aku telah janji dengan salah satu teman lama yang dulu aktif menjadi aktivis kampus media mahasiswa. Teman lama yang juga telah mengukir cita-citanya dan kini menuai hasil kerja keras dan kerja cerdas.

Dari kisah bagaimana pesan perantauan ayah untuk anak bujangnya, berakhir pada pencapaian kesuksesan ditanah rantau, seorang pengusaha sukses terlahir dari semangat petuah-petuah ayah, berbagai macam bisnis yang menggurita diberbagai bidang telah dikuasai, namun tetap sederhana dalam menjalani kehidupannya, karena harta hanya sekedar perantara , fasilitas, letaknya hanya digenggam bukan diletakan di hati.

Akhirnya kisah telah kubuat sendiri, dari pembicaraan sarat makna bersama kopi rangkiang sama halnya sarat makna yang saya paparkan bersama kawan lama ini untuk dijadikan buku inspirasi bersam Cappucino.




Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen #MyCupOfStory Diselenggarakan oleh GIORDANO dan Nulisbuku.com



Tidak ada komentar: